A.
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan
penduduk adalah
perubahan populasi sewaktu-waktu,
dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah
populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan
penduduk merujuk pada
semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara
informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk,
dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Berikut ini adalah tabel pertumbuhan
penduduk dunia dan penggandaan penduduk dunia :
Faktor-faktor demografi(berasal dari bahasa Yunani,
demos=rakyat, graphein=menggambar atau menulis) yang mempengaruhi pertambahan
jumlah penduduk, yaitu :
1) Kelahiran
(Fertilitas)
Kelahiran adalah istilah dalam demografi yang
mengindikasikan jumlah anak yang dilahirkan hidup, atau dalam pengertian lain
fertilitas adalah hasil produksi yang nyata dari fekunditas seorang wanita.
Berikun ini penjelasan mengenai pengukuran fertilitas:
a) Pengukuran fertilitas tahunan adalah
pengukuran kelahiran bayi pada tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah
penduduk pada tahun tersebut. Adapun ukuran-ukuran fertilitas tahunan adalah:
· Tingkat fertilitas kasar (crude birth rate) adalah banyaknya
kelahiran hidup pada satu tahun tertentu tiap 1000 penduduk.
· Tingkat fertilitas umum (general fertility rate) adalah jumlah
kelahiran hidup per-1000 wanita usia reproduksi (usia 14-49 atau 14-44 tahun)
pada tahun tertentu.
· Tingkat fertilitas menurut umur (age specific fertility rate) adalah
perhitungan tingkat fertilitas perempuan pada tiap kelompok umur dan tahun
tertentu.
· Tingkat ferlititas menurut ukuran
urutan penduduk (birth order specific
fertility rates) adalah perhitungan fertilitas menurut urutan kelahiran
bayi oleh wanita pada umur dan tahun tertentu.
b) Pengukuran fertilitas komulatif
adalah pengukuran jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan
hingga mengakhiri batas usia suburnya.
Adapun ukurannya adalah:
· Tingkat fertilitas total adalah
jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan jumlah tiap 1000 penduduk yang
hidup hingga akhir masa reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang
perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya dan tingkat
fertilitas menurut umur tidak berubah pada priode waktu tertentu.
· Gross
reproduction rates adalah
jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1000 perempuan sepanjang masa
reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum
mengakhiri masa produksinya.
2) Kematian (mortalitas)
Kematian adalah ukuran jumlah
kematian umumnya karena akibat yang spesifik pada suatu populasi. Mortalitas
khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per- 1000 individu
per-tahun, hingga rata-rata mortalitas sebesar 9,5 berarti pada populasi
100.000 terdapat 950 kematian per-tahun.
3) Perpindahan (migrasi)
Migrasi adalah peristiwa
berpindahnya suatu organisme dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam banyak
kasus organisme bermigrasi untuk mencari sumber cadangan makanan yang baru
untuk menghindari kelangkaan yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin
atau karena over populasi.
Angka
kematian kasar (Crude Death Rate/CDR) adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian
setiap 1.000 penduduk dalam waktu satu tahun. CDR dapat dihitung menggunakan
rumus berikut ini :
CDR
= M/P x 1.000
Keterangan :
CDR = Angka kematian kasar
M = Jumlah kematian selama satu tahun
P = Jumlah penduduk pertengahan tahun
1.000 = Konstanta
Kriteria angka
kematian kasar (CDR) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1) CDR kurang dari 10,
termasuk kriteria rendah.
2) CDR antara 10 – 20,
termasuk kriteria sedang.
3) CDR lebih dari 20,
termasuk kriteria tinggi.
Angka
kematian khusus (Age Specific Death Rate/ASDR), yaitu angka yang menunjukkan
banyaknya kematian setiap 1.000 penduduk pada golongan umur tertentu dalam
waktu satu tahun. ASDR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut
ini :
ASDR
= Mi/Pi x 1.000
Keterangan :
ASDR = Angka kematian khusus
Mi = Jumlah kematian pada kelompok umur
tertentu
Pi = Jumlah penduduk pada kelompok
tertentu
1.000 = Konstanta
Angka
kelahiran adalah bilangan yang menunjukkan jumlah bayi yang lahir hidup dari
setiap 1.000 penduduk dalam satu tahun. Angka kelahiran dikatakan tinggi
apabila di atas 30, angka kelahiran dikatakan sedang apabila antara 20-30, dan
angka kelahiran dikatakan rendah apabila kurang dari 20.
Migrasi adalah
perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas
negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap. Migrasi dapat
terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal tersebut,
migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1) Migrasi
Internasional, yaitu
perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya. Migrasi internasional
dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
a) Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu
negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi
disebut imigran.
b) Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari
suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigrant.
c) Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran
ke negara asalnya.
2) Migrasi
Nasional atau Internal, yaitu perpindahan
penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa
jenis, yaitu sebagai berikut :
a) Urbanisasi, yaitu
perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan menetap. Terjadinya urbanisasi disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
·
Ingin
mencari pekerjaan, karena di kota lebih banyak lapangan kerja dan upahnya
tinggi.
·
Ingin
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
·
Ingin
mencari pengalaman di kota.
·
Ingin lebih banyak
mendapatkan hiburan dan sebagainya,
b) Transmigrasi, yaitu
perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduk ke pulau yang jarang
penduduknya di dalam wilayah republik Indonesia. Transmigrasi pertama kali
dilakukan di Indonesia pada tahun 1905 oleh pemerintah Belanda yang dikenal
dengan nama kolonisasi. Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi di
Indonesia dapat dibedakan atas :
·
Transmigrasi Umum, yaitu
transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah.
·
Transmigrasi Khusus, yaitu transmigrasi
yang dilaksanakan degan tujuan tertentu, seperti penduduk yang terkena bencana
alam dan daerah yang terkena pembangunan proyek.
·
Transmigrasi Spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh seseorang atas
kemauan dan biaya sendiri.
·
Transmigrasi Lokal, yaitu
transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam propinsi atau pulau
yang sama.
c) Ruralisasi, yaitu
perpindahan penduduk dari kota ke desa dengan tujuan menetap. Ruralisasi
merupakan kebalikan dari urbanisasi.
d) Evakuasi adalah perpindahan penduduk
yang yang terjadi karena adanya ancaman akibat bahaya perang, bencana alam dan
sebagainya. Evakuasi dapat bersifat nasional maupun internasional.
Dengan adanya wilayah yang memiliki suatu nilai lebih
maka banyak orang/ penduduk pun yang akan pergi ke wilayah itu dikarenakan di
wilayah ia tinggal sudah tidak ada lagi nilai lebihnya untuk berkelangsungan
hidupnya.
Proses migrasi pun punya cara yaitu:
· Proses
migrasi ia menetap di suatu wilayah.
· Proses
migrasi hanya sementara diwilayah itu sewaktu-waktu ia dapat kembali lagi ke
wilayah tempat asalnya.
· Hanya
sekedar berlibur diwilayah itu.
Proses keberangkatan migrasi bisa dilakukan dengan
cara-cara tertentu misalkan kalau imigran hanya satu orang bisa melakukannya
dengan naik sepeda motor, kalau imigran dengan banyak orang satu keluarga maka
bisa melakukannya dengan naik kendaraan roda empat atau juga naik kapal laut
itulah yang biasa dilakukan imigaran dalam melakukan migarasi di Negara
Indonesia.
Berikut ini
adalah dampak umum dari migrasi :
a) Akan terjadi pertikaian didalam
suatu kota yang banyaknya imigrasi dikarenakan banyaknya orang yang bersuku
tidak sama, perbedaan sosial budaya, pola pikiran yang tidak sepaham, adab
tutur kata yang tidak sama, dan memandang suatu nilai orang.
b) Akan cepatnya terjadi bencana alam,
karena apabila imigran datang tentu saja mereka mencari tempat tinggal, maka
lahan penghijauan pun menjadi sasaran untuk dibuatnya perumahan sehingga untuk
resapan air pun berkurang sehingga akan terjadi bencana alam banjir dan juga
wabah penyakit.
c) Kesehatan menjadi harga yang lebih
mahal di dalam kota migrasi karena, makin banyak imigran yang datang dengan
membawa alat kendaraannya dan juga elektronik yang mempunyai radiasi dan polusi
pun dimana-mana.
d) Area perkuburan yang makin sempit
dikarenakan lahan yang letaknya seharusnya menjadi area pemakaman justru dibuat
mall, jalan raya besar, dan juga fasilitas prasarana lainnya.
e) Lahan pekerjaan yang sempit karena
banyaknya orang yang mau menetap di kota migrasi dengan mencari uang tetapi
sudah banyaknya lahan pekerjaan yang diambil orang dan juga peluang bisnis yang
area penjualannya sangat sempit.
Sedangkan
dampak khusus dari migrasi sesuai dengan jenis-jenisnya, yaitu:
1) Dampak
Migrasi Internasional antara lain :
a) Dampak Positif
Imigrasi
·
Dapat
membantu memenuhi kekurangan tenaga ahli.
·
Adanya
penanaman modal asing yang dapat mempercepat pembangunan.
·
Adanya
pengenalan ilmu dan teknologi dapat mempercepat alih teknologi.
·
Dapat
menambah rasa solidaritas antarbangsa
b) Dampak Negatif
Imigrasi
·
Masuknya
budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
·
Imigran yang
masuk adakalanya di antara mereka memiliki tujuan yang kurang baik seperti
pengedar narkoba, bertujuan politik, dan lain-lain.
c) Dampak
Positif Emigrasi
·
Dapat menambah
devisa bagi negara terutama dari penukaran mata uang asing.
·
Dapat
mengurangi ketergantungan tenaga ahli dari luar negeri, terutama orang yang
belajar ke luar negeri dan kembali ke negara asalnya.
·
Dapat
memeperkenalkan kebudayaan ke bangsa lain.
d) Dampak
Negatif Emigrasi
·
Kekurangan
tenaga terampil dan ahli bagi negara yang ditinggalkan.
·
Emigran
tidak resmi dapat memperburuk citra negaranya.
2) Dampak
Migrasi Nasional antara lain :
a) Dampak
Positif Transmigrasi
·
Dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama transmigran.
·
Dapat
memenuhi kekurangan tenaga kerja di daerah tujuan transmigrasi.
·
Dapat
mengurangi pengangguran bagi daerah yang padat penduduknya.
·
Dapat
meningkatkan produksi pertanian seperti perluasan perkebunan kelapa sawit,
karet, coklat dan lain-lain.
·
Dapat
mempercepat pemerataan persebaran penduduk.
b) Dampak
Negatif Transmigrasi
·
Adanya
kecemburuan sosial antara masyarakat setempat dengan para transmigran.
·
Terbengkalainya
tanah pertanian di daerah trasmigrasi karena transmigran tidak betah dan
kembali ke daerah asalnya.
c) Dampak
Positif Urbanisasi
·
Dapat
memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kota.
·
Mengurangi
jumlah pengangguran di desa.
·
Meningkatkan
taraf hidup penduduk desa.
·
Kesempatan
membuka usaha-usaha baru di kota semakin luas.
·
Perekonomian
di kota semakin berkembang.
d) Dampak
Negatif Urbanisasi
·
Berkurangnya
tenaga terampil dan terdidik di desa.
·
Produktivitas
pertanian di desa menurun.
·
Meningkatnya
tindak kriminalitas di kota.
·
Meningkatnya
pengangguran di kota.
·
Timbulnya
pemukiman kumuh akibat sulitnya mencari perumahan.
· Lalu lintas di kota sangat padat,
sehingga sering menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Komposisi
atau struktur penduduk, yaitu keadaan dimana suatu Negara yang mempunyai
wilayah yang luas dan memiliki banyak penduduk didalam satu Negara tersebut,
dari banyaknya penduduk tersebut akan dikelompokan berdasarkan kriteria
tertentu. Biasanya dalam pengelompokan itu kriteria yang diambil kebanyakan
adalah umur, jenis kelamin, mata pencaharian, dan tempat tinggal. Semua itu
dikelompokkan agar tidak terjadi masalah-masalah sepele yang timbul. Struktur penduduk terdiri dari 3 jenis, yaitu
:
1)
Piramida Penduduk Muda, piramida ini menggambarkan komposisi penduduk dalam pertumbuhan dan sedang
berkembang. Jumlah angka kelahiran lebih besar daripada jumlah kematian. Bentuk
ini umumnya kita lihat pada negara – negara yang sedang berkembang, seperti
India, Brazil dan Indonesia.
2)
Piramida Stationer, bentuk
piramida ini menggambarkan keadaan penduduk yang tetap (statis) sebab tingkat
kematian rendah dan tingkat kelahiran tidak begitu tinggi. Piramida penduduk
yang berbentuk seperti ini terdapat pada negara-negara yang maju seperti
Swedia, Belanda dan Skandinavia.
3)
Piramida Penduduk Tua, bentuk piramida penduduk ini menggambarkan adanya penurunan tingkat
kelahiran yang sangat pesat dan tingkat kematian yang kecil sekali. Apabila
angka kelahiran jenis kelamin pria besar, maka suatu Negara bisa kekurangan
penduduk. Negara yang bentuk piramida penduduknya seperti ini adalah Jerman,
Inggris, Belgia dan Perancis.
Rasio
Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah perbandingan antara
jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun keatas
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun.
Rasio
ketergantungan dapat dilihat menurut usia yakni Rasio Ketergantungan Muda dan Rasio Ketergantungan Tua :
·
Rasio
Ketergantungan Muda adalah perbandingan jumlah penduduk umur 0-14 tahun dengan
jumlah penduduk umur 15 – 64 tahun.
·
Rasio
Ketergantungan Tua adalah perbandingan jumlah penduduk umur 65 tahun ke
atas dengan jumlah penduduk di usia 15-64 tahun.
Rasio
ketergantungan (dependency ratio)
dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan
ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang
berkembang. Dependency ratio merupakan
salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan
semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk
membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Sedangkan persentase dependency
ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum
produktif dan tidak produktif lagi.
B.
Kebudayaan dan Kepribadian
Kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia sudah
ada sejak zaman batu, mereka telah memiliki sistem dalam bertahan hidup, sudah
ada pembagian tugas dalam kelompok-kelompok kecil, dan mereka juga sudah mulai
membuat alat-alat sederhana dari batu untuk mempermudah kerja mereka, yang
dimana alat-alat sederhana tersebut merupakan cikal bakal alat-alat yang kita
kenal sekarang ini. Sekarang kita akan mencoba membahasnya mulai dari zaman
batu tua hingga zaman logam.
1) Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal)
Terdapat
dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
a)
Kebudayaan
Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam dengan varian-variannya seperti kapak
perimbas & kapak penetak.
b)
Kebudayaan
Ngandong (berhubungan dengan Flakes & peralatan dari tulang).
Bedasarkan
kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada
Palaeolithikum antara lain:
a) Masyarakatnya
belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang bentuknya
tidak beraturan & bertekstur kasar).
b) Belum dapat
bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan untuk
menggemburkan tanah).
c)
Memperoleh
makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah-buahan &
umbi-umbian).
d) Hidup nomaden
(jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka
masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
e)
Hidup
dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air
ada banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
f)
Hidup
berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
g) Sudah mengenal
api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum di China, dimana
ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
2) Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat
dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
a) Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger,
istilah dari bahasa Denmark, kjokken
yang berarti dapur & moddinger
yang berarti sampah (kjokkenmoddinger
= sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang
yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai
Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga
perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble & batu pipisan.
b) Kebudayaan Abris Sous Roche
Abris
sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa
gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas
seperti ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk
rusa; yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan
kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada
zaman Mesolithikum antara lain:
a) Sudah
mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang
bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan
kapak gengggam pada Zaman Paleolithikum).
b) Masih
belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih
belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah).
c) Gundukan
Kjokkenmoddinger yang dapat
mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu
terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu
mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus
berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d) Peralatan
yang ditemukan dari Abris Sous Roche
memberi informasi bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
3) Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)
Ciri
utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah
diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara
lain:
a)
Kapak
persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan.
b)
Kapak
batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
c)
Perhiasan
(gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa.
d)
Pakaian
dari kulit kayu.
e)
Tembikar
(periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda).
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia
(Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)
4) Kebudayaan Megalith
Antara
zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu
kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan
puncak kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith,
antara lain:
a)
Menhir:
tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
b)
Dolmen:
meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang.
c)
Sarchopagus/keranda
atau peti mati (berbentuk lesung bertutup).
d)
Punden
berundak: tempat pemujaan bertingkat.
e)
Kubur
batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup.
f)
Arca/patung
batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka.
5) Zaman Logam (Masa Perundagian)
Pada
zaman logam orang sudah dapat
membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah
mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan.
Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang
disebut bivalve dan dengan
cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena
dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan
tangan. Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu
sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan
pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu,
sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Zaman logam di
Indonesia dibagi atas:
a) Zaman Perunggu
Pada
zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tongkin China (pusat
kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan
perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. Alat-alat
perunggu pada zaman ini antara lain:
·
Kapak
Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan di Sumatera
Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian.
·
Nekara
Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin. Ditemukan di
Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti.
·
Benjana
Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.
·
Arca
Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa
Barat).
b) Zaman Besi
Pada
zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi
alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik
peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang
sangat tinggi, yaitu ±3500 °C. Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:
·
Mata
Kapak bertungkai kayu
·
Mata
Pisau
·
Mata
Sabit
·
Mata
Pedang
·
Cangkul
Alat-alat
tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan
Punung (Jawa Timur).
Perkembangan tradisi Hindu-Budha-Islam
di Indonesia
Indonesia sebagai daerah yang dilalui
jalur perdagangan memungkinkan bagi para pedagang India untuk sungguh tinggal
di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna menunggu musim yang baik. Mereka
pun melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar hubungan dagang.
Masuknya pengaruh budaya dan agama Hindu-Budha di Indonesia dapat dibedakan atas
3 periode sebagai berikut.
1)
Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada
periode ini, unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol
sedang unsur/ ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak
ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di
kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno.
2)
Periode Tengah (Abad XI-XVI M)
Pada
periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal tersebut disebabkan
karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan unsur Indonesia kembali menonjol
sehingga keberadaan ini menyebabkan munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau
lebih aliran). Hal ini terlihat pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur
seperti Singasari, Kediri, dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana
yaitu suatu aliran religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan
Indonesia asli dengan agama Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3)
Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada
periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya,
sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena perkembangan politik ekonomi
di India. Di Bali kita dapat melihat bahwa Candi yang menjadi pura tidak hanya
untuk memuja dewa. Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa
dalam agama Hindu sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben
sebagai objek pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan
lagi dari India.
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia
menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya
dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling
mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan
tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu
saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini
disebabkan karena:
1)
Masyarakat Indonesia telah
memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan
asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
2)
Kecakapan istimewa yang dimiliki
bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk
menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat
melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha
melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi
tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan
kebudayaan Indonesia. Hasil akulturasi tersebut tampak pada.
1)
Bidang Sosial
Setelah
masuknya agama Hindu terjadi perubahan dalam tatanan sosial masyarakat
Indonesia. Hal ini tampak dengan dikenalnya pembagian masyarakat atas kasta.
2)
Ekonomi
Dalam
ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan karena masyarakat telah mengenal pelayaran dan perdagangan jauh
sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha di Indonesia.
3)
Sistem Pemerintahan
Sebelum
masuknya Hindu-Budha di Indonesia dikenal sistem pemerintahan oleh kepala suku
yang dipilih karena memiliki kelebihan tertentu jika dibandingkan anggota
kelompok lainnya. Ketika pengaruh Hindu-Budha masuk maka berdiri Kerajaan yang
dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa secara turun-temurun. Raja dianggap sebagai
keturuanan dari dewa yang memiliki kekuatan, dihormati, dan dipuja. Sehingga
memperkuat kedudukannya untuk memerintah wilayah kerajaan secara turun temurun.
Serta meninggalkan sistem pemerintahan kepala suku.
4)
Bidang Pendidikan
Masuknya
Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang
pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun
dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal
budaya baca dan tulis.Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
· Dengan
digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan sebagian
masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta
dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno,
dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
· Telah
dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah
khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian
diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di
berbagai kerajaan di Indonesia.
· Bukti
lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi yang merupakan
interpretasi kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
-
Empu Sedah dan Panuluh dengan
karyanya Bharatayudha
-
Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna
Wiwaha
-
Empu Dharmaja dengan karyanya
Smaradhana
-
Empu Prapanca dengan karyanya
Negarakertagama
-
Empu Tantular dengan karyanya
Sutasoma.
· Pengaruh
Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti berlandaskan
ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang,
kedamaian dan sikap saling menghargai sesama manusia mulai dikenal dan
diamalkan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia
untuk memberikan pendidikan dan pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat
Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para pendeta
tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan
pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan
tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan
lebih dan menghasilkan berbagai karya sastra. Rakyat Indonesia yang telah
memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya. Sebagian
dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu
pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka menyebarkan
agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat
asal. Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama
Budha, seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan
raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar
sebelum menuntut ilmu di Benggala (India).
5)
Kepercayaan
Sebelum masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam keagamaan Hindu-Budha. Contoh : Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.
Sebelum masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam keagamaan Hindu-Budha. Contoh : Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.
6)
Seni dan Budaya
Pengaruh
kesenian India terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang
dibawah ini:
a)
Seni Bangunan
Seni
bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli
bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan
akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan
zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh
Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam
benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi
sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha,
hanya jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah
ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.
b)
Seni Rupa
Seni
rupa tampak berupa patung dan relief. Patung dapat kita lihat pada penemuan
patung Budha berlanggam Gandara di Bangun Kutai. Serta patung Budha berlanggam
Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain patung terdapat pula
relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi Borobudur ditemukan relief
cerita sang Budha serta suasana alam Indonesia.
c)
Seni Sastra dan Aksara
Periode
awal di Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.
Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India. Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja Kediri. Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.
Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India. Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja Kediri. Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.
7)
Bidang Teknologi
Masyarakat
Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya sudah memiliki
budaya yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha di
Indonesia semakin mempertinggi teknologi yang sudah dimiliki bangsa Indonesia
sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha terhadap perkembangan teknologi masyarakat
Indonesia terlihat dalam bidang kemaritiman, bangunan dan pertanian. Perkembangan
kemaritiman terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan, ekspedisi
pelayaran dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia yang
awalnya baru dapat membuat sampan sebagai alat transportasi kemudian mulai dapat
membuat perahu bercadik. Perpaduan antara pengetahuan dan teknologi dari India
dengan Indonesia terlihat pula pada pembuatan dan pendirian bangunan candi baik
candi dari agama Hindu maupun Budha. Bangunan candi merupakan hasil karya
ahli-ahli bangunan agama Hindu-Budha yang memiliki nilai budaya yang sangat
tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan prasasti-prasastri pada batu-batu
besar yang membutuhkan keahlian, pengetahuan, dan teknik penulisan yang tinggi.
Pengetahuan dan perkenalan teknologi yang tinggi dilakukan secara turun-temurun
dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dalam bidang pertanian, tampak
dengan adanya pengelolaan sistem irigasi yang baik mulai diperkenalkan dan
berkembang pada zaman masuknya Hindu-Budha di Indonesia. Tampak pada relief
candi yang menggambarkan teknologi irigasi pada zaman Majapahit.
8)
Sistem Kalender
Diadopsi
dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya :
a)
Penggunaan tahun Saka di
Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai tahun 78 M
(merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan
jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari. Oleh orang Bali, tahun Saka tidak
didasarkan pada sistem Surya Pramana tetapi sistem Chandra Pramana (tahun
Bulan, tahun Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim panas jatuh pada hari
yang sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan ada pada garis lurus.
Hari tersebut dirayakan sebagai Hari Raya Nyepi.
b)
Ditemukan Candrasangkala/
Kronogram ada dalam rangka memperingati peristiwa dengan tahun/ kalender saka.
Candrasangkala adalah angka huruf berupa susunan kalimat/ gambaran kata. Bila
berupa gambar harus diartikan dalam bentuk kalimat.
9)
Seni Ukir
Seni
Ukir Islam disebut Kaligrafi, yang dapat dipahatkan pada kayu.
Contoh :
Contoh :
a)
Kaligrafi/ukiran yang dipahatkan
pada dinding depan Masjid Mantingan, Jepara.
b)
Di Masjid Cirebon terdapat
pahatan berbentuk harimau. Pahatan berupa gambar tersebut disebut Arabesk.
10)
Seni Sastra
Tampak
pada karya sastra di Selat Malaka dan Pulau Jawa. Karya sastra yang berkembang:
a)
Suluk,yaitu karya sastra yang
berisi ajaran-ajaran tasawuf. Contoh : Suluk Sukrasa, Suluk Wujil.
b)
Hikayat, yaitu dongeng atau
cerita rakyat yang sudah ada sebeluym masuknya Islam. Contoh: Hikayat Amir Hamzah,
Hikayat Panji Semirang.
c)
Babad, yaitu kisah sejarah yang
terkadang memuat silsilah para raja suatu kerajaan Islam. Contoh: Babad tanah
Jawi, Babd Cirebon, Babad Ranggalawe.
11)
Sistem Pemerintahan
Digunakan
aturan-aturan Islam dalam pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Terbukti dengan adanya :
a)
Raja Mataram Islam awalnya
bergelar Sunan/Susuhunan, artinya dijunjung.
b)
Raja akan diberi Gelar Sultan
jika telah diangkat atas persetujuan khalifah yang memerintah di Timur Tengah.
c)
Terdapat gelar lain yaitu
Panembahan, Maulana.
12)
Sosial
a)
Mulai dikenal sistem demokrasi.
b)
Tidak mengenal adanya sistem
kasta.
c)
Tidak mengenal perbedaan gologan
dalam masyarakat.
13)
Filsafat
Setelah Islam lahir berkembanglah Ilmu filsafat yang berfungsi untuk mendukung pendalaman agama Islam.
Setelah Islam lahir berkembanglah Ilmu filsafat yang berfungsi untuk mendukung pendalaman agama Islam.
a)
Abad 8 M, lahir dasar-dasar Ilmu
Fikih
Fikih,
merupakan ilmu yang mempelajari hukum dan peraturan yang mengatur hak dan
kewajiban umat Islam terhadap Tuhan dan sesama manusia. Dengan Fikih diharapkan
umat Islam dapat hidup sesuai dengan kaidah Islam.
b)
Abad ke-10 M, lahir dasar-dasar
Ilmu Qalam dan Tasawuf
Qalam,
merupakan ajaran pokok Islam tentang keesaan Tuhan, Ilmu teologi/Ilmu
ketuhanan/ Ilmu Tauhid. Asal mula lahirnya tasawuf karena pencarian Allah
karena kecintaan dan kerinduan pada Allah. Tasawuf kemudian berkembang menjadi
aliran kepercayaan.
Kebudayaan Barat
Adalah sebuah kebudayaan yang
dipromosikan lewat globalisasi. Sebuah kebudayaan yang ternyata bersifat
kontradiktif antara unsur kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Itu adalah
tesis dari tulisan ini, yang akan dapat lebih jelas dilihat dari uraian-uraian
selanjutnya.
Kebudayaan Barat dikatakan kontradiktif, karena beberapa hal yaitu:
Kebudayaan Barat dikatakan kontradiktif, karena beberapa hal yaitu:
1)
Adanya usaha pengeliminiran antar
unsur kebudayaan.
Kondisi
ini dapat dilihat dari peperangan yang terjadi antara keyakinan dengan sains,
keyakinan dengan filsafat, keyakinan dengan seni, keyakinan dengan ekonomi,
politik dengan moralitas, moralitas dengan ekonomi, dan lain-lain. Dapat
dilihat, bahwa merupakan suatu hal yang umum diketahui bahwa kondisi tersebut
wajar terjadi. Dan bahkan kerap digeneralisir kepada seluruh kebudayaan yang
ada di seluruh pelosok bumi. Sehingga muncul anggapan yang naif akibat
pencitraan dan kegelapan mata, bahwa sangat sulit untuk menyatukan atau
menghentikan peperangan tersebut. Inilah penyebab yang mungkin membuat Barat
membuat sebuah mekanisme pelumpuhan kemampuan mendominasi atau menyerang kepada
unsur kebudayaan lain. Lewat pencitraan bahwa di balik segala sesuatu ada
kekuasaan, relativitas kebenaran, teologi global, pluralisme agama, anarkis
metodologis, Hak Asasi Manusia, dan masih banyak lainnya. Dan usaha tersebut
sudah menampakkan pengaruhnya dalam kehidupan seluruh manusia yang terjangkau
oleh globalisasi. Hal lain yang terjadi adalah munculnya sebuah kondisi
inferior tentang dua hal dalam kebudayaan yaitu, keyakinan dan moralitas. Dua
sisi ini, menjadi sedemikian inferior, sehingga mereka melakukan “bunuh-diri”
dengan mereduksi dirinya sendiri menjadi hanya tinggal nilai-nilai universal.
Sehingga jalan keselamatan tidak hanya lewat keyakinan yang mereka pegang.
Kebudayaan Barat menjadi kebudayaan yang lahir sebagai sintesa bagi kebudayaan
Kristen-Romawi – meskipun masih mengambil beberapa peringatan dari kebudayaan
Kristen-Romawi seperti Valentine, Natal, Paskah, Halloween, dan lain-lain.
Kebudayaan barat dibangun dengan semangat Yunani dengan Filsafat sebagai
“teologi”, demokrasi sebagai sistem politik, protestan sebagai keyakinan tanpa
ibadah (deisme), sekulerisme sebagai alat potong dan pelumpuhan intervensi dari
pihak manapun, homoseks dan banalitas-seksual sebagai antitesa pengakuan dosa
dan represi seksual Katolik. Proses pengambilan unsur-unsur tersebut oleh
kebudayaan Barat, dilakukan secara asimilatif. Unsur-unsur tersebut diambil
secara mentah-mentah dan kemudian dicampur dalam sebuah kondisi yang saling
bertolak belakang. Kebudayaan Barat lahir bukan dari prinsip yang utuh dan
meliputi, akan tetapi bersifat parsial dan karena tidak dapat dihubungkan atau
bertentangan, maka terjadi isolasi (yang akan lebih lanjut diuraikan) atau
peperangan (seperti sudah diuraikan di atas). Sungguh malang, namun hal itu
benar-benar terjadi dan ternyata menular kepada kebudayaan lain. Penyakit
tersebut diderita pula oleh kebudayaan lain dan akhirnya berusaha mengadaptasi
cara Barat dalam menjalani kebudayaannya. Terlihat dengan menggunakan
periodisasi sejarah seperti Barat. Periodisasi dikenal dengan pembagian Klasik,
Abad Pertengahan, Renaisans, Modern, dan Posmodern. Para peng-asimilasi
kebudayaan Barat kemudian mencoba men-sekuler-kan dan me-liberal-kan kebudayaan
mereka seperti yang dilakukan kebudayaan Barat untuk mencapai kejayaan dan
kemajuan yang dicapai Barat. Akhirnya banyak kebudayaan yang menjadi “Barat”
(westernisasi), mulai dari pandangan ontologis hingga etis, beserta prakteknya.
Sebenarnya, masyarakat Barat mulai sadar dengan kondisi yang demikian sakit –
meski disayangkan para peng-asimilasi kebudayaan Barat nampaknya belum sadar.
Namun, mereka tidak dapat melihat secara jelas akar permasalahannya. Masyarakat
Barat banyak yang melarikan diri ke dalam spiritualitas, dunia mistis,
kehidupan banal, menikmat seks yang memuakkan, menikmati musik yang mebuat
histeris, dan lain-lain hingga akhirnya bunuh-diri, menjadi fenomena yang wajar
dan tidak berusaha untuk diubah. Semua hal tersebut adalah wajar karena
kebebasan adalah segalanya. Tradisi haruslah sesuatu yang rasional dan
menjunjung kebebasan dan Hak Asasi Manusia. Lewat argumentasi ini,
individu-Barat menjadi pragmatis, eklektis, dan split-many-personality. Meskipun
muncul kesadaran tentang ke-akut-an penyakit mereka, pengeliminiran ini masih
terus terjadi dan entah kapan akan berakhir.
2)
Adanya usaha untuk mengisolasi
unsur kebudayaan yang satu dari unsur kebudayaan yang lain.
Mengisolasi
unsur kebudayaan yang satu dengan yang lain, sebenarnya merupakan konsekuensi
dari eklektis-kontradiktifnya kebudayaan Barat – karena unsur-unsur
kebudayaannya tidak berhubungan bahkan bertentangan satu sama lain. Usaha untuk
mengisolasi ini adalah sebuah hal yang sudah kita ketahui, lewat ungkapan-ungkapan,
seperti seni untuk seni (seni murni), sains untuk sains, politik untuk politik,
ekonomi untuk ekonomi, dan hukum untuk hukum. Jika ditelusuri, penyebab kondisi
tersebut adalah sekularisme – selain yang sudah disebutkan di atas.
Sekularisme, pada awalnya, menyerang agama Kristen yang berkelindan dengan
negara. Sekularisme menghendaki agar gereja atau urusan keyakinan dipisahkan
dari negara. Pemisahan ini, ternyata semakin meluas dan menjangkiti unsur-unsur
kebudayaan Barat yang lain. Semua unsur tersebut, secara implisit mengatakan
bahwa mereka memiliki wilayahnya masing-masing yang otonom dan terpisah dari
yang lainnya. Keter-pisahan ini membuat diri individu-Barat juga menjadi
split-many-personality. Mereka menjadi sedemikian banyak pribadi yang berbeda
dalam dunia yang sebenarnya hanya satu. Pribadi-banyak yang dimaksud adalah
pribadi yang menghidupi prinsip-prinsip yang bertentangan di dalam unsur-unsur
kebudayaannya. Hal ini membuat seseorang yang hidup seperti demikian, akan
memiliki dua prinsip yang berbeda-bertentangan dalam satu unsur kebudayaan,
seperti menjadi teis (formal) sekaligus ateis (praktek, dalam sekularisme), dan
ketika berpindah menghidupi unsur kebudayaan lain.
Namun, perlahan pula disadari bahwa isolasi seperti adalah sebuah tindakan yang naif dan banyak merusak. Seperti mulai disadari bahwa seni bukan untuk seni itu sendiri. Seni, yang nyatanya menjadi sebuah sarana untuk melakukan kritik sosial, juga merupakan seni, tapi bukan untuk dirinya sendiri. Sains pun demikian. Sains menjadi sesuatu yang digunakan untuk kemanfaatan kehidupan manusia. Dan begitu juga dengan unsur kebudayaan Barat yang lain. Kesadaran ini, sayangnya masih menemui kebuntuan. Oleh karena ada problem dalam agama yang mereka anut sebelumnya, yang sebenarnya mendasar dan belum diselesaikan. Problem tentang Tuhan yang satu, kitab yang diwahyukan, Nabi dan rasul, bunda Maria, Natal, dan masih banyak yang lainnya. Problem tersebut belum mereka selesaikan, padahal itu letak permasalahan yang penting untuk diselesaikan.
Namun, perlahan pula disadari bahwa isolasi seperti adalah sebuah tindakan yang naif dan banyak merusak. Seperti mulai disadari bahwa seni bukan untuk seni itu sendiri. Seni, yang nyatanya menjadi sebuah sarana untuk melakukan kritik sosial, juga merupakan seni, tapi bukan untuk dirinya sendiri. Sains pun demikian. Sains menjadi sesuatu yang digunakan untuk kemanfaatan kehidupan manusia. Dan begitu juga dengan unsur kebudayaan Barat yang lain. Kesadaran ini, sayangnya masih menemui kebuntuan. Oleh karena ada problem dalam agama yang mereka anut sebelumnya, yang sebenarnya mendasar dan belum diselesaikan. Problem tentang Tuhan yang satu, kitab yang diwahyukan, Nabi dan rasul, bunda Maria, Natal, dan masih banyak yang lainnya. Problem tersebut belum mereka selesaikan, padahal itu letak permasalahan yang penting untuk diselesaikan.
3)
Adanya ideologisasi di dalam masing-masing
unsur kebudayaan.
Adanya
ideologisasi ini, dapat dilihat dari penggunaan akhiran “-isme”. Misalnya,
materialisme, idealisme, relativisme, empirisme, rasionalisme, positivisme,
kapitalisme, sosialisme, komunisme, liberalisme, feminisme, hedonisme, dan
masih banyak yang lainnya.
Ideologisasi ini pada dasarnya terjadi karena melihat realitas secara sebelah mata dan akhirnya melakukan reduksi yang menyebabkan masing-masing di dalam masing-masing unsur kebudayaan terdapat banyak ideologi. Liberalisme adalah sebuah ideologi yang liberal mulai dari sisi ontologis hingga etis. Dan begitu pula yang lainnya. Masing-masing ideologi sudah mengatur pandangan mulai dari tataran ontologis hingga etis. Lalu bagaimana semua unsur tersebut dapat disatukan dalam sebuah kebudayaan, yang disebut Barat? Pertanyaan tersebut akan membawa kita kepada tesis yang sedari awal saya ajukan, bahwa Barat adalah kebudayaan yang ternyata bersifat kontradiktif antara unsur kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat bersatu hanya karena Barat sudah lelah mencari arkhe, pengetahuan dan kebenaran yang universal dan absolut, hingga akhirnya hanya menerima kebenaran pragmatis, pengetahuan yang abritrer, dan nilai yang relatif. Sebuah kelelahan yang akhirnya memunculkan sikap mengabaikan persoalan yang tidak kunjung terjawab. Pengabaian terhadap persoalan realitas universal ada atau tidak (soft anti-realisme); dasar yang tak goyah bagi pengetahuan (anti-fondasionalis); nilai yang incommensurability (tak terbandingkan) satu sama lain (relativisme nilai). Pengabaian yang disebutkan di atas bukan tanpa problem. Sebab, mereka kemudian menghadapi problem atas munculnya ruang universalitas di dunia. Ketika akhirnya, multikulturalisme pun nampak menjadi suatu institusi yang “objektif” yang mengevaluasi aktivitas kebudayaan-kebudayaan yang ada, meskipun dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut relatif. Berbicara tentang wujud dan pengetahuan yang relatif pula, namun seolah-olah apa yang dibicarakan bersifat universal.
Dapat dikatakan bahwa Barat sebagai sebuah kebudayaan adalah sebuah budaya yang sakit dan kini sedang mempopulerkan dirinya lewat globalisasi, sehingga manusia dalam kebudayaan lain menjadi ikut sakit. Kebudayaan lain, sebenarnya adalah kebudayaan yang lebih baik daripada kebudayaan Barat. Kebudayaan lain itu memiliki sebuah kesatuan hubungan antar unsur kebudayaannya. Tidak ada isolasi, ideologisasi, dan pengeliminiran dalam kebudayaan mereka. Meskipun masih terdapat permasalahan dari segi ke-Tuhan-an, yang merupakan pusat hubungan antar-unsur kebudayaan. Pusat tersebut bermasalah karena tidak ada keterangan yang nyata tentang siapa yang pantas menjadi Tuhan, bagaimana menyembahnya, apa saja yang menjadi perintah dan larangannya, dan seterusnya.
Ideologisasi ini pada dasarnya terjadi karena melihat realitas secara sebelah mata dan akhirnya melakukan reduksi yang menyebabkan masing-masing di dalam masing-masing unsur kebudayaan terdapat banyak ideologi. Liberalisme adalah sebuah ideologi yang liberal mulai dari sisi ontologis hingga etis. Dan begitu pula yang lainnya. Masing-masing ideologi sudah mengatur pandangan mulai dari tataran ontologis hingga etis. Lalu bagaimana semua unsur tersebut dapat disatukan dalam sebuah kebudayaan, yang disebut Barat? Pertanyaan tersebut akan membawa kita kepada tesis yang sedari awal saya ajukan, bahwa Barat adalah kebudayaan yang ternyata bersifat kontradiktif antara unsur kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat bersatu hanya karena Barat sudah lelah mencari arkhe, pengetahuan dan kebenaran yang universal dan absolut, hingga akhirnya hanya menerima kebenaran pragmatis, pengetahuan yang abritrer, dan nilai yang relatif. Sebuah kelelahan yang akhirnya memunculkan sikap mengabaikan persoalan yang tidak kunjung terjawab. Pengabaian terhadap persoalan realitas universal ada atau tidak (soft anti-realisme); dasar yang tak goyah bagi pengetahuan (anti-fondasionalis); nilai yang incommensurability (tak terbandingkan) satu sama lain (relativisme nilai). Pengabaian yang disebutkan di atas bukan tanpa problem. Sebab, mereka kemudian menghadapi problem atas munculnya ruang universalitas di dunia. Ketika akhirnya, multikulturalisme pun nampak menjadi suatu institusi yang “objektif” yang mengevaluasi aktivitas kebudayaan-kebudayaan yang ada, meskipun dikatakan bahwa nilai-nilai tersebut relatif. Berbicara tentang wujud dan pengetahuan yang relatif pula, namun seolah-olah apa yang dibicarakan bersifat universal.
Dapat dikatakan bahwa Barat sebagai sebuah kebudayaan adalah sebuah budaya yang sakit dan kini sedang mempopulerkan dirinya lewat globalisasi, sehingga manusia dalam kebudayaan lain menjadi ikut sakit. Kebudayaan lain, sebenarnya adalah kebudayaan yang lebih baik daripada kebudayaan Barat. Kebudayaan lain itu memiliki sebuah kesatuan hubungan antar unsur kebudayaannya. Tidak ada isolasi, ideologisasi, dan pengeliminiran dalam kebudayaan mereka. Meskipun masih terdapat permasalahan dari segi ke-Tuhan-an, yang merupakan pusat hubungan antar-unsur kebudayaan. Pusat tersebut bermasalah karena tidak ada keterangan yang nyata tentang siapa yang pantas menjadi Tuhan, bagaimana menyembahnya, apa saja yang menjadi perintah dan larangannya, dan seterusnya.
Terima Kasih
Kepada
http://ssbelajar.blogspot.co.id/2013/01/susunan-penduduk-dan-macam-macam.html
http://nandamomogim.blogspot.co.id/2015/10/penduduk-masyarakat-dan-kebudayaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar